***************************************************************************************************
Photobucket
Tak ada yang lebih layak bagi persembahan seorang hamba pada sang Khaliq, kecuali perasaan syukur yang di aplikasikan dengan tindak tanduk yang mengandung keimanan,ketaqwaan dan rasa cinta yang mendalam kepada NYA.Shalawat dan salam semoga tetap tersanjungkan kepada junjungan kita nabi Muhamad Saw, sebagai uswatun hasanah yang paling utama dalam hal taqwa dan penunjuk jalan menuju arah ma'rifatullah

Blog ioni saya hadirkan kehadapan pembaca, seri dialog penyejuk hati bertajuk " Dialog Ma'rifat "

Petuah

01.40 Edit This 0 Comments »

Dunia ini dan segala isinya bersifat fana, artinya akan musnah atau hancur pada saat nanti. Sehebat apapun manusia untuk mempertahankan dirinya dengan menjaga kesehatan agar ia bisa hidup lama di dunia ini, pasti maut juga akan datang menjemputnya. Begitu pula halnya sebesar apapun dirinya untuk menjaga tubuhnya agar tetap awet muda, baik dengan kosmetik, operasi plastik dll, tentu dia tidak bisa menghindar dari bertambahnya umur. Semakin lama ia hidup di dunia atau semakin bertambah umurnya di dunia pada hakikatnya semakin dekat ia kepada kematian. Akan tetapi banyak yang tidak sadar, dengan seiringnya waktu dan umurnya pun semakin bertambah malah membuat ia lupa bahwa kematian sedang menghampirinya tanpa ia ketahui. Karena itu tanda orang yang lalai dari kematian adalah semakin bertambah umurnya semakin ia tidak merenungi akan dirinya bahwa suatu saat entah besok atau lusa, minggu depan atau bulan depan ia akan mati. Seiring dengan itu di hari kelahirannya atau yang biasa di sebut dengan ulang tahun dengan bangganya ia bawa dirinya poya–poya, hura–hura, bersuka ria dengan gembiranya. Ada yang melaksanakannya dirumah, di hotel–hotel, di gedung, restoran, kafe, bahkan ada yang merayakannya ke tempat–tempat hiburan malam seperti diskotik, karaoke & pub dsb.



Akan tetapi lain halnya mereka yang mengerti akan hakikat kehidupan, bahwa tidak lah ia hidup di dunia ini melainkan hanya sementara semakin bertambah umurnya semakin dekat ia akan kematian maka mereka tidak akan membanggakan dirinya dengan perayaan–perayaan yang melampaui batas. Justru ia bawa dirinya kepada hal–hal yang mendekatkan dirinya kepada Tuhannya. Kalau pun juga ia mengadakan suatu perayaan hanyalah sebatas rasa syukur ia kepada Tuhannya dengan dianugrahkan Nya rahmat dan nikmat atas dirinya.

Hidup di dunia tidak lain seperti seorang Kelana yang pergi ke suatu tujuan lalu berhenti sebentar di bawah pohon untuk beristirahat. Tentu ia tidak selamanya berhenti, pasti ia akan meneruskan perjalanannya untuk mencapai tujuan yang di inginkannya.

Begitulah halnya hidup di dunia, hanya sebatas tempat peristirahatan ruh untuk memulihkan daya ingatnya kepada Tuhannya. Dan ia jaga dirinya di dalam peristirahatan itu agar ia tidak tertidur atau terlena, karena kalau sampai ia tertidur maka ia akan hanyut di dalam bayangan–bayangan (mimpi) yang semakin membuatnya terlupa kepada tujuan nya yang sebenarnya.

Bayangan–bayangan (mimpi) itu adalah segala keadaan yang ada di dalam kehidupan dunia ini, yang dinyatakan Allah dalam firman Nya sebagai permainan dan senda gurau.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, Al – Hadiid : 20)


<

Di ayat yang lain Allah pun menegaskan :

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”. (QS, Al – ‘Ankabuut : 64)>


Karena itu sudah sepantasnyalah kita bangun kan diri kita dari kelalaian yang mungkin selama ini kita terlena di dalam kehidupan dunia sehingga membuat kita lupa kepada tujuan hidup yang sebenarnya yaitu Allah SWT.

Orang yang hatinya hidup atau terbuka adalah mereka yang apabila di ingatkan tentang kebenaran, mereka mau mendengarkan dan mau merenungkannya serta bangun dari kelalaiannya selama ini.

Baca Selengkapnya......

Jiwa

01.32 Edit This 0 Comments »

Jiwa/Diri adalah kehidupan yang ada pada setiap diri, dalam Bahasa Arab disebutkan dengan kata : “NAFS”

Sebagaimana Allah berfirman :

“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan Ridho serta di Ridhoi. Masuklah ke dalam golongan hamba–hamba Ku. Dan masuklah kedalam Syurga Ku”. (QS, Al-Fajr : 27-30)


Jiwa/Diri adalah suatu kesatuan antara Ruh dan Jasad, di mana tatkala Ruh nasab/misra kepada sekalian batang tubuh/Jasad maka bernamalah ia dengan Jiwa/Diri.

Syech Muhammad Arsyad Al-Banjari seorang Awliya Allah dan termasuk Ulama Besar di Kalimantan Selatan Kalampaian yang berguru kepada Syech Mursyid Muhammad Saman Al-madani Al-hasani di Kota Madinah salah seorang zuriat daripada Baginda Rosulullah Saw yang juga sebagai penjaga Maqom Nabi, mengatakan :

Bahwa sebenar-benarnya Diri itu adalah Ruh

Sebenar-benarnya Ruh itu adalah Nafs/Jiwa

Sebenar-benarnya Nafs/Jiwa itu adalah Naik Turun Nafas

Naik Turun Nafas itu adalah Sir/Rahasia

Dan adapun yang dikatakan Sir/Rahasia itu adalah Nur Muhammad Saw.

Baca Selengkapnya......

Iman

01.11 Edit This 0 Comments »

Jika kita berbicara Tentang Iman, tentu Porosnya adalah “HATI”. Karena Iman itu adalah urusan Hati, persoalan Hati dan apa saja yang berkaitan dengan Hati.

Siapa sih… yang tidak mengetahui apa itu “IMAN”, dari yang awam sampai kepada yang paham mengatakan bahwa IMAN itu artinya “PERCAYA”.

Alhamdulillah………………….. ternyata banyak yang mengetahui apa itu iman!

Tetapi yang perlu disadari adalah sudah benarkah Iman kita ?

Sudah sesuai kah Iman yang kita katakan dengan Kenyataan?

Apabila Iman hanya sebatas di bibir saja, berrarti itu hanya TEORI..!!!!

Iman itu urusan Hati, berarti perasaan Hati yang berperan. Apa yang dirasakan…, ya sesuatu yang di Percayainya. Jika dikatakan ber Iman Kepada Allah, Sudahkah merasakan dan berjumpa Allah….???

Jika dikatakan ber Iman kepada Malaikat, sudahkah merasakan dan bertemu dengan Malaikat…???

Jika dikatakan ber Iman kepada Kitab, sudahkah Makna yang terkandung dalam kitab dirasakan manis lezatnya…??

Jika dikatakan ber Iman kepada Rosulullah sudahkah berasa dan bertemu dengan Beliau…???

Setinggi Apapun Ilmu yang dituntut, Selama waktu berapapun belajar, sebesar apapun penutup kepala, jika tidak bisa merasakan dan bertemu dengan yang di Imani maka belumlah dikatakan ber IMAN.

Bagaimana mungkin mempercayai sesuatu sedangkan ia tidak melihat kepada sesuatu itu?

Bagaimana mungkin dikatakan benar percaya akan Allah dan RosulNya tapi dalam kenyataannya tidak melihat dan bertemu dengan Allah dan RosulNya.

Jika tidak melihat dan bertemu maka Batallah Musyahadahnya (Kesaksiannya). Sehari semalam 5 waktu Sholat dan 9 kali bersyahadat, tetapia tidak melihat dan bertemu dengan yang di SYAHADATKAN..!! Maka bagaimanakah demikian…!!!!!

Beruntunglah mereka-mereka yang Sholat dan tidak lalai karena selalu ingat, bisa ingat karena Kenal dengan yang di Ingat.

Dan Celakalah mereka-mereka yang Sholat yang di dalam Sholat itu ia lalai karena tidak bisa mengingat Allah, tidak bisa ingat karena tidak mengenal Allah, yang di kenal hanyalah NamaNya saja belum lagi mengenal kepada yang punya nama ALLAH.

Wallahu a’lam………………………

Baca Selengkapnya......

Ilmu

23.45 Edit This 0 Comments »

Bismillahirrohmaanirrohiim.

Rosulullah Saw bersabda : “Diwajibkan bagimu menuntut Ilmu baik Laki-laki maupun Perempuan”.

Keutamaan Ilmu di ibaratkan Nabi adalah laksana Bulan Purnama. Sebagaimana yang pernah di sabdakan oleh Beliau : “Bahwa perbedaan orang Alim (Berilmu) dengan orang Abid (Ahli Ibadah semata) adalah laksana Bulan Purnama dengan Bintang.

Tentu jika kita menyimak dari kedua hal tsb diatas, bahwa seseorang sampai diwajibkan menuntut Ilmu itu dikarenakan Keutamaan Ilmu itulah yang akan menjadi jembatannya untuk menuju kepada Allah Swt.

Tanpa Ilmu bagaimana mungkin seseorang sempurna dalam amal ibadahnya, Bagaimana sempurna Wudhunya, Sholatnya, Puasanya dsb.

Orang yang beribadah semata tanpa mengetahui ilmunya maka sama halnya dengan anak kecil yang lagi ibadah, tidak mengerti siapa yang ditujunya dan untuk apa ia beribadah.

Dan sebaik-baik Ilmu itu ialah ilmu tentang Ma’rifatullah atau Mengenal kepada Allah. Dikatakan bahwasannya : “Awaluddin Ma’rifatullah” (Awal seseorang itu beragama ialah mengenal akan Allah). Jika demikian apabila seseorang beribadah, beramal tetapi tidak mengetahui atau mengenal akan Allah Swt maka mereka itu belumlah dikatakan Beragama walaupun dari sisi Jahirnya ia termasuk Islam.

Islam itu ada 2 macam :

Islam Indallah yaitu : Mereka yang Masuk di dalam Islam benar-benar mengerti akan Allah dengan didasari Ma’rifatullah, sehingga mereka dikatakan Islam di sisi Allah.

Islam Indannas yaitu : Mereka yang semenjak terlahir kedunia ini memang sudah di dalam keadaan beragama Islam dikarenakan Nenek Moyangnya, Datuknya, Kai Neneknya, Mama Bapaknya semua Islam sehingga iapun lahirlah dalam keadaan Islam. Padahal tidak mengerti dan mengenal akan Allah Swt. Mereka ini dikatakan Islam di sisi Manusia (Islam Keturunan).

Dari kedua hal tersebut diatas memberikan masukan kepada kita dimanakah posisi kita saat ini? Sudahkah kita termasuk Islam Indallah? Atau apakah Saya hanya Islam Indannas, Islam keturunan, Islam KTP, Islam sebutan Manusia? tapi kenyataannya Jauh sekali dengan Allah karena tidak kenal dengan Allah Swt.

Oleh karena itu untuk mencapai di dalam maksud tujuan yaitu Allah Swt, perlulah adanya bekal Ilmu sebagai sarana untuk menuju kesana.

Ilmu Ma’rifat dan Tauhid adalah Ilmu yang Utama sebagaimana Rosulullah Saw dan Para Nabi semuanya pertama yang diajarkan Adalah Ilmu tentang Tauhid. Sebab Tauhid itulah yang akan mensucikan Amal perbuatan pabila ada perbuatan yang mengandung Syirik dan Khurafat.

Tetapi kenyataannya saat ini seolah-olah terbalik! Ilmu Syari’at/Fiqih itu yang diutamakan sedangkan Ilmu Tauhid dan Ma’rifat boleh dituntut jika sudah berumur 40 tahun. Lalu bagaimana dengan mereka yang umurnya tidak sampai umur 40 tahun sudah MATI belum bisa mentauhidkan Allah karena tidak mengetahui Ilmunya? Heee…..heee….. Sudah pasti mereka yang tidak bertauhid karena tidak tahu Ilmunya apalagi tidak mau tahu…… akan di KAPORIT, DISIKAT, DI GOSOK Dll di Neraka.

Orang Islam yang tidak bisa mentauhidkan Allah Swt maka Luarnya (jahirnya) saja yang Islam tetapi Batinnya belumlah dikatakan Islam.

Karena itu Tuntutlah Ilmu Tauhid itu jika bisa mulai di waktu buaian sampai ke liang lahat, Bukan menunggu sampai umur 40 tahun! Ketinggalan…… !. Kamu akan Habis umur……belum dapat ilmunya tunggu saja saat kematian.

Baca Selengkapnya......